Tuesday, December 10, 2013

PAJAK : CONTOH NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO



Norma penghitungan penghasilan neto adalah cara penentuan penghasilan neto bagi wajib pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas yang tidak dapat menentukan penghasilan netonya dikarenakan tidak melakukan pembukuan.

Ada beberapa ketentuan yang berkaitan dengan WP OP yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, yaitu:
1.      Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan peredaran bruto sebesar Rp4.800.000.000,00 (empat milyar delapan ratus juta rupiah) atau lebih dalam 1 (satu) tahun wajib menyelenggarakan pembukuan.
2.      Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan peredaran bruto di bawah Rp4.800.000.000,00 (empat milyar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) tahun wajib menyelenggarakan pencatatan, kecuali Wajib Pajak yang bersangkutan memilih menyelenggarakan Pembukuan.
3.      Wajib Pajak orang pribadi sebagaimana tersebut di atas yang tidak memilih untuk menyelenggarakan pembukuan, dapat menghitung penghasilan neto usaha atau pekerjaan bebasnya dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.

KEWAJIBAN YANG MUNCUL
1.      Wajib Pajak yang menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto wajib memberitahukan mengenai penggunaan Norma Penghitungan kepada Direktur Jenderal Pajak paling lama 3 (tiga) bulan sejak awal tahun pajak yang bersangkutan.
2.      Pemberitahuan penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Neto yang disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana tersebut di atas dianggap disetujui kecuali berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata Wajib Pajak tidak memenuhi persyaratan untuk menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.
3.      Wajib Pajak yang tidak memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak sesuai dengan ketentuan sebagaimana tersebut di atas dianggap memilih menyelenggarakan pembukuan.

SANKSI
Wajib Pajak yang wajib menyelenggarakan pembukuan (peredaran bruto sebesar Rp 4.800.000.000,00 (empat milyar delapan ratus juta rupiah) atau lebih dalam 1 (satu) tahun) yang ternyata tidak atau tidak sepenuhnya menyeIenggarakan pembukuan, penghasilan netonya dihitung dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto, dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50% (lima puluh persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dibayar dalam tahun pajak yang bersangkutan.

Norma penghitungan Penghasilan Neto dikelompokkan menurut wilayah sebagai berikut
1.      10 (sepuluh) ibukota propinsi yaitu Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Denpasar, Manado, Makassar, dan Pontianak;
2.      Ibukota propinsi lainnya;
3.      Daerah lainnya.
Penghitungan penghasilan neto Wajib Pajak yang mempunyai lebih dari satu jenis usaha atau pekerjaan bebas, dilakukan terhadap masing-masing jenis usaha dengan memperhatikan pengelompokan wilayah sebagaimana dimaksud di atas.

Penghasilan neto Wajib Pajak yang mempunyai lebih dari satu jenis usaha adalah penjumlahan penghasilan neto dari masing-masing jenis usaha atau pekerjaan bebas yang dihitung.

PENGHITUNGAN
1.      Penghasilan neto bagi tiap jenis usaha dihitung dengan cara mengalikan angka persentase Norma Penghitungan Penghasilan Neto dengan peredaran bruto atau penghasilan bruto dari kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dalam 1 (satu) tahun.
2.      Dalam menghitung besarnya Pajak Penghasilan yang terutang oleh Wajib Pajak orang pribadi, sebelum dilakukan penerapan tarif umum terlebih dahulu dihitung Penghasilan Kena Pajak dengan mengurangkan Penghasilan Tidak Kena Pajak dari penghasilan neto.

Contoh 1:
Bapak Iskandar (K/1) adalah WPDN yang menjalankan usaha pembuatan roti di kota Semarang.  Peredaran bruto usahanya selama tahun 2010 sebesar Rp450.000.000.  Bapak Iskandar memilih menggunakan norma penghitungan penghasilan neto, dikarenakan bapak Iskandar menyelanggarakan pencatatan saja.  Norma untuk usaha tersebut adalah 15%.  Maka penghitungan pajak terutang tahun 2010 adalah:

Peredaran bruto 2010
Rp450,000,000
Norna penghitungan
15%
Penghasilan neto 2010
Rp67,500,000
PTKP
18,480,000
PKP
Rp49,020,000
PPh tahun 2010

5% x Rp49.020.000
Rp2,451,000

Contoh 2:
Bapak Iskandar (K/1) adalah WPDN yang menjalankan usaha pembuatan roti di kota Semarang.  Peredaran bruto usahanya selama tahun 2010 sebesar Rp450.000.000.  Bapak Iskandar memilih melakukan pembukuan.  Biaya-biaya untuk mendapatkan, memelihara, dan menagih penghasilan tersebut sesuai aturan pajak yang berlaku sebesar Rp390.000.000.  Maka penghitungan pajak terutang tahun 2010 adalah:

Peredaran bruto 2010
Rp450,000,000
(-) biaya untuk mendapatkan, memelihara, dan menagih penghasilan
390,000,000
Penghasilan neto
Rp60,000,000
PTKP
18,480,000
PKP
41,520,000
PPh tahun 2010

5% x Rp41.520.000
2,076,000

Contoh 3:
Bapak Asep (K/0) adalah seorang dokter di kota Yogyakarta.  Peredaran bruto yang diperoleh dari praktik dokter selama tahun 2010 sebesar Rp150.000.000.  Selain berpraktik sebagai dokter, Bapak Asep juga mempunyai usaha peternakan ayam potong di kota Yogyakarta.  Peredaran bruto dari usaha ayam potong tahun 2010 sebesar Rp400.000.000.  Bapak Asep hanya melakukan pencatatan.  Norma penghitungan di kota Yogya untuk profesi dokter 45%, untuk peternakan 11%.  Penghitungan pajak terutang tahun 2010 adalah:

Peredaran bruto sebagai dokter tahun 2010
Rp150,000,000
Peredaran bruto peternakan tahun 2010
400,000,000


Penghasilan neto sebagai dokter tahun 2010 (45%)
67,500,000
Penghasilan neto usaha peternakan tahun 2010 (11%)
44,000,000
 Total penghasilan neto
Rp111,500,000
PTKP
17,160,000
PKP
Rp94,340,000
PPh tahun 2010



5% x 50,000,000
2,500,000


15% x 44,340,000
6,651,000



Rp9,151,000
PPh ps. 25
 1/12 x Rp9.151.000
Rp762,583