Norma penghitungan penghasilan neto adalah cara penentuan
penghasilan neto bagi wajib pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau
pekerjaan bebas yang tidak dapat menentukan penghasilan netonya dikarenakan
tidak melakukan pembukuan.
Ada
beberapa ketentuan yang berkaitan dengan WP OP yang menjalankan usaha atau
pekerjaan bebas, yaitu:
1.
Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau
pekerjaan bebas dengan peredaran bruto sebesar Rp4.800.000.000,00 (empat milyar
delapan ratus juta rupiah) atau lebih dalam 1 (satu) tahun wajib menyelenggarakan pembukuan.
2.
Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau
pekerjaan bebas dengan peredaran bruto di bawah Rp4.800.000.000,00 (empat
milyar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) tahun wajib menyelenggarakan pencatatan,
kecuali Wajib Pajak yang bersangkutan memilih menyelenggarakan Pembukuan.
3.
Wajib Pajak orang pribadi sebagaimana tersebut di atas
yang tidak memilih untuk menyelenggarakan pembukuan, dapat menghitung penghasilan
neto usaha atau pekerjaan bebasnya dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.
KEWAJIBAN YANG MUNCUL
1.
Wajib Pajak yang menggunakan Norma Penghitungan
Penghasilan Neto wajib memberitahukan mengenai penggunaan Norma Penghitungan
kepada Direktur Jenderal Pajak paling
lama 3 (tiga) bulan sejak awal tahun pajak yang bersangkutan.
2.
Pemberitahuan penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan
Neto yang disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana tersebut di atas dianggap
disetujui kecuali berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata Wajib Pajak tidak
memenuhi persyaratan untuk menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.
3.
Wajib Pajak yang tidak memberitahukan kepada Direktur
Jenderal Pajak sesuai dengan ketentuan sebagaimana tersebut di atas dianggap memilih menyelenggarakan pembukuan.
SANKSI
Wajib Pajak yang wajib menyelenggarakan pembukuan (peredaran
bruto sebesar Rp 4.800.000.000,00 (empat milyar delapan ratus juta rupiah) atau
lebih dalam 1 (satu) tahun) yang ternyata tidak
atau tidak sepenuhnya menyeIenggarakan pembukuan, penghasilan netonya
dihitung dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto, dikenakan
sanksi administrasi berupa kenaikan
sebesar 50% (lima puluh persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang
dibayar dalam tahun pajak yang bersangkutan.
Norma penghitungan Penghasilan Neto dikelompokkan menurut
wilayah sebagai berikut
1.
10 (sepuluh) ibukota propinsi yaitu Medan,
Palembang, Jakarta,
Bandung, Semarang,
Surabaya, Denpasar, Manado,
Makassar, dan Pontianak;
2.
Ibukota propinsi lainnya;
3.
Daerah lainnya.
Penghitungan penghasilan neto Wajib Pajak yang mempunyai
lebih dari satu jenis usaha atau pekerjaan bebas, dilakukan terhadap
masing-masing jenis usaha dengan memperhatikan pengelompokan wilayah
sebagaimana dimaksud di atas.
Penghasilan neto Wajib Pajak yang mempunyai lebih dari satu
jenis usaha adalah penjumlahan penghasilan neto dari masing-masing jenis usaha
atau pekerjaan bebas yang dihitung.
PENGHITUNGAN
1.
Penghasilan neto bagi tiap jenis usaha dihitung dengan
cara mengalikan angka persentase Norma Penghitungan Penghasilan Neto dengan
peredaran bruto atau penghasilan bruto dari kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
dalam 1 (satu) tahun.
2.
Dalam menghitung besarnya Pajak Penghasilan yang
terutang oleh Wajib Pajak orang pribadi, sebelum dilakukan penerapan tarif umum
terlebih dahulu dihitung Penghasilan Kena Pajak dengan mengurangkan Penghasilan
Tidak Kena Pajak dari penghasilan neto.
Contoh 1:
Bapak Iskandar (K/1) adalah WPDN yang menjalankan usaha
pembuatan roti di kota Semarang.
Peredaran bruto usahanya selama tahun 2010 sebesar Rp450.000.000. Bapak Iskandar memilih menggunakan norma
penghitungan penghasilan neto, dikarenakan bapak Iskandar menyelanggarakan
pencatatan saja. Norma untuk usaha
tersebut adalah 15%. Maka penghitungan pajak
terutang tahun 2010 adalah:
Peredaran
bruto 2010
|
Rp450,000,000
|
Norna
penghitungan
|
15%
|
Penghasilan
neto 2010
|
Rp67,500,000
|
PTKP
|
18,480,000
|
PKP
|
Rp49,020,000
|
PPh
tahun 2010
|
|
5%
x Rp49.020.000
|
Rp2,451,000
|
Contoh 2:
Bapak Iskandar (K/1) adalah WPDN yang menjalankan usaha
pembuatan roti di kota Semarang.
Peredaran bruto usahanya selama tahun 2010 sebesar Rp450.000.000. Bapak Iskandar memilih melakukan
pembukuan. Biaya-biaya untuk mendapatkan,
memelihara, dan menagih penghasilan tersebut sesuai aturan pajak yang berlaku
sebesar Rp390.000.000. Maka penghitungan
pajak terutang tahun 2010 adalah:
Peredaran
bruto 2010
|
Rp450,000,000
|
(-)
biaya untuk mendapatkan, memelihara, dan menagih penghasilan
|
390,000,000
|
Penghasilan
neto
|
Rp60,000,000
|
PTKP
|
18,480,000
|
PKP
|
41,520,000
|
PPh
tahun 2010
|
|
5%
x Rp41.520.000
|
2,076,000
|
Contoh 3:
Bapak Asep (K/0) adalah seorang dokter di kota
Yogyakarta.
Peredaran bruto yang diperoleh dari praktik dokter selama tahun 2010
sebesar Rp150.000.000. Selain berpraktik
sebagai dokter, Bapak Asep juga mempunyai usaha peternakan ayam potong di kota Yogyakarta. Peredaran bruto dari usaha ayam potong tahun
2010 sebesar Rp400.000.000. Bapak Asep
hanya melakukan pencatatan. Norma
penghitungan di kota
Yogya untuk profesi dokter 45%, untuk peternakan 11%. Penghitungan pajak terutang tahun 2010
adalah:
Peredaran
bruto sebagai dokter tahun 2010
|
Rp150,000,000
|
||
Peredaran
bruto peternakan tahun 2010
|
400,000,000
|
||
|
|
||
Penghasilan
neto sebagai dokter tahun 2010 (45%)
|
67,500,000
|
||
Penghasilan
neto usaha peternakan tahun 2010 (11%)
|
44,000,000
|
||
Total penghasilan neto
|
Rp111,500,000
|
||
PTKP
|
17,160,000
|
||
PKP
|
Rp94,340,000
|
||
PPh
tahun 2010
|
|
||
|
|
5%
x 50,000,000
|
2,500,000
|
|
|
15%
x 44,340,000
|
6,651,000
|
|
|
|
Rp9,151,000
|
PPh
ps. 25
|
1/12 x Rp9.151.000
|
Rp762,583
|