Monday, January 13, 2014

HKI (Hak atas Kekayaan Intelektual)



etika berasal dari bahasa Yunani ethikos yang berarti timbul dari kebiasaan. Etika mencakup analisis dan penerapan nilai-nilai seperti benar, salah, baik, buruk dan tanggung jawab. Etika dan moral harus diterapkan dalam penggunaan teknologi informasi dan komunikasi. Meski berupa dunia digital, teknologi informasi dan komunikasi hanyalah media yang dikendalikan oleh manusia. Hak atas Kekayaan intelektual adalah pengakuan hukum yang memungkinkan pemegang hak (atas) kekayaan intelektual tersebut mengatur penggunaan gagasan-gagasan dan ekspresi yang diciptakannya dalam jangka waktu tertentu. Istilah 'kekayaan intelektual'
mencerminkan bahwa hal tersebut merupakan hasil pikiran atau intelektualitas, dan bahwa hak kekayaan intelektual dapat dilindungi oleh hukum sebagaimana bentuk hak milik lainnya Hak atas Kekayaan Intelektual sering disingkat HKI dan secara umum lebih sering dikenal HAKI. Objek yang diatur dalam HAKI menyangkut karya-karya manusia yang lahir akibat kemampuan intelektualnya. HAKI dibagi menjadi dua yaitu:
hak cipta atau copyright
hak kekayaan industri atau industrial property right
Ruang lingkup hak cipta meliputi karya-karya baik berupa barang, lagu, tulisan, desain dan sebagainya. Hasil-hasil karya semacam itu dapat didaftarkan ke Departemen Kehakiman sehingga dilindungi oleh undang-undang. Pada dasarnya, setiap hasil karya/cipta manusia dapat didaftarkan ke departemen kehakiman agar mendapat perlindungan hukum. Di Indonesia, undang-undang hak cipta mengacu pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2002. Seseorang atau lembaga yang mendaftarkan hasil karyanya kepada lembaga yang berwenang akan mendapatkan perlindungan hukum. Dalam Undang-undang RI No 19 tahun 2002 tersebut dijelaskan bahwa:
a. Hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan, memperbanyak ciptaannya, atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b. Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.
c. Ciptaan adalah hasil setiap karya pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, atau sastra.
d. Pemegang hak cipta adalah pencipta sebagai pemilik hak cipta atau pihak yang menerima hak tersebut dari pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut.
e. Pengumuman adalah pembacaan, penyiaran, pameran, penjualan, pengedaran, atau penyebaran suatu ciptaan dengan menggunakan alat apapun, termasuk media Internet, atau melakukan dengan cara apapun sehingga suatu ciptaan dapat dibaca, didengar, atau dilihat orang lain.
f. Perbanyakan adalah penambahan jumlah sesuatu ciptaan, baik secara keseluruhan maupun bagian yang sangat substansial dengan menggunakan bahan-bahan yang sama ataupun tidak sama, termasuk mengalihwujudkan secara permanen atau temporer (sementara).
g. Program komputer adalah sekumpulan instruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema, ataupun bentuk lain yang apabila digabungkan dengan media yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi-fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk
persiapan dalam merancang instruksi-instruksi tersebut. Aturan hak cipta terkait dengan perangkat lunak komputer diatur dalam Undang-undang Negara Republik Indonesia No 19 Tahun 2000 yang terdiri dari 15 bab dan 78 pasal. Sebelumnya, negara kita pernah memiliki
 Undang-undang Hak Cipta, yaitu:
Undang-undang No. 6 Tahun 1982
Undang-undang No. 7 Tahun 1987
Undang-undang No. 12 Tahun 1997
Undang-undang Hak Cipta dibuat untuk melindungi hasil karya atau ciptaan dari
pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Berikut ini kutipan dari Undang-undang Republik Indonesia No. 19 Tahun 2002: Pasal 49
a. Pelaku memiliki hak eksklusif untuk memberikan izin atau melarang pihak lain yang
tanpa persetujuannya membuat, memperbanyak, atau menyiarkan rekaman suara dan/
atau gambar pertunjukkannya.
b. Produser rekaman suara memiliki hak eksklusif untuk memberikan izin atau melarang
pihak lain yang tanpa persetujuannya memperbanyak dan/atau menyewakan karya
rekaman suara atau rekaman bunyi.


DAMPAK PELANGGARAN HAK CIPTA
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi memerlukan sumber daya yang baik dari segala aspek, terlebih dari aspek sumber daya manusia. Hasil karya cipta, dalam hal ini karya cipta yang terkait dengan perangkat lunak, sudah sepantasnya mendapat penghargaan yang layak agar di masa mendatang tercipta karya-karya yang lebih baik. Pelanggaran hak cipta dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi umumnya terjadi pada karya cipta peranti lunak atau software. Bentuk pelanggarannya dapat berupa:
a. duplikasi atau penggandaan perangkat lunak proprietary tanpa ijin
b. penjualan perangkat lunak bajakan
c. instalasi perangkat lunak bajakan ke dalam harddisk
d. modifikasi perangkat lunak tanpa ijin.
Pelanggaran atas hak cipta seseorang akan dikenai sanksi hukum sesuai dengan pasal 72 Undang-Undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002 yang menyatakan :
a. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.5.000.000.0000,00 (lima miliar rupiah).
b. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
c. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu Program Komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)

MENGHARGAI HAK CIPTA ORANG LAIN
Setiap manusia yang menciptakan sebuah karya tentu akan merasa senang bila hasil karyanya mendapat pengharaan. Penghargaan tersebut dapat bermacam-macam bentuknya.
Dalam kaitannya dengan teknologi informasi dan komunikasi, ada banyak cara untukmenghargai hak cipta orang lain.Dampak negatif dari tidak diindahkannya undang-undang hak cipta adalah maraknya pembajakan. Kegiatan pembajakan merupakan perbuatan yang dikategorikan sebagai pelanggaran hukum. Pembajakan merupakan perbuatan yang dapat merugikan banyak pihak, baik secara kreativitas maupun secara ekonomi. Dewasa ini, pembajakan terkait karya cipta tidak hanya terjadi pada ruang lingkup seni seperti film, musik, atau karya seni lain, tetapi juga meluas pada karya-karya perangkat lunak komputer. Di masyarakat telah umum beredar barang-barang teknologi informasi dan komunikasi legal, termasuk perangkat lunak komputer yang dijual bebas sebagai hasil dari penggandaan tanpa ijin. Perbuatan seperti ini jelas melanggar hukum dan pelakunya dapat diajukan ke pengadilan. Sebagai warga negara yang baik, sudah sepantasnya kita menghargai hak cipta orang lain, misalnya dengan cara berikut ini.
1. Selalu menggunakan perangkat lunak yang legal dan berlisensi. Legal dan berlisensi tidak selalu berarti kita harus membayar untuk mendapatkannya. Sebagai contoh, kita dapat menggunakan sistem operasi Linux yang legal dan berlisensi tanpa harus membayar.
2. Tidak melakukan penggandaan software-software ilegal.
3. Selalu menggunakan perangkat lunak untuk hal-hal positif.
4. Tidak mengubah atau memodifikasi program komputer yang memang tidak boleh diubah atau dimodifikasi oleh pembuatnya.
5. Tidak menyalahgunakan perangkat lunak untuk berbagai hal yang melanggar hukum

Tuesday, January 7, 2014

PENGUSAHA KENA PAJAK



Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai. 
Pengusaha yang  mengajukan permohonan untuk dikukuhkan menjadi pengusaha kena pajak (PKP) harus memiliki NPWP.  Pengusaha bisa memilih mengajukan permohonan pengukuhan PKP bersamaan dengan pendaftaran NPWP.  Di sisi lain, pengusaha wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi PKP sebelum melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) / Jasa Kena Pajak (JKP) berikutnya, ketika dalam suatu tahun buku (telah melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP dengan jumlah peredaran bruto dan atau penerimaan bruto sejumlah Rp600.000.000 (enam ratus juta rupiah).


BARANG DAN JASA KENA PAJAK
Yang termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah:
1.      penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian
2.      pengalihan Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian sewa beli dan/atau perjanjian sewa guna usaha (leasing)
3.      penyerahan Barang Kena Pajak kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang
4.      pemakaian sendiri dan/atau pemberian cuma-cuma atas Barang Kena Pajak
5.      Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan
6.      penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak antar cabang
7.      penyerahan Barang Kena Pajak secara konsinyasi
8.      penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak dalam rangka perjanjian pembiayaan yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah, yang penyerahannya dianggap langsung dari Pengusaha Kena Pajak kepada pihak yang membutuhkan Barang Kena Pajak.

Yang tidak termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah:
1.      penyerahan Barang Kena Pajak kepada makelar sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang;
2.      penyerahan Barang Kena Pajak untuk jaminan utang-piutang
3.      penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f dalam hal Pengusaha Kena Pajak melakukan pemusatan tempat pajak terutang
4.      pengalihan Barang Kena Pajak dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha dengan syarat pihak yang melakukan pengalihan dan yang menerima pengalihan adalah Pengusaha Kena Pajak
5.      Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, dan yang Pajak Masukan atas perolehannya tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf b dan huruf c.

OBJEK PAJAK
1.      Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas:
a.       penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha;
b.      impor Barang Kena Pajak;
c.       penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha;
d.      pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
e.       pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
f.       ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak;
g.       ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; dan
2.      Ketentuan mengenai batasan kegiatan dan jenis Jasa Kena Pajak yang atas ekspornya dikenai Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

DIKECUALIKAN DARI OBYEK PPN
1.      Jenis barang yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah barang tertentu dalam kelompok barang sebagai berikut:
a.       barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung  dari sumbernya;
b.      barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak;
c.       makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering; dan
d.      uang, emas batangan, dan surat berharga.

2.      Jenis jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah jasa tertentu dalam kelompok jasa sebagai berikut:
a.       jasa pelayanan kesehatan medis;
b.      jasa pelayanan sosial;
c.       jasa pengiriman surat dengan perangko
d.      jasa keuangan
e.       jasa asuransi
f.       jasa keagamaan
g.       jasa pendidikan
h.      jasa kesenian dan hiburan
i.        jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan
j.        jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri
k.      jasa tenaga kerja
l.        jasa perhotelan
m.    jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum
n.      jasa penyediaan tempat parkir
o.      jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam
p.      jasa pengiriman uang dengan wesel pos; dan
q.      jasa boga atau katering.